Kritik Cerpen "Pagar Bambu" Karya Iyut Fitra


Kritik Cerpen Pagar Bambu Karya Iyut Fitra
Oleh : Angga Saputra || SMKN 1 PACITAN

Cerpen pagar bambu karya iyut fitra yang lahir di payakumbuh, Sumatra Barat yang dilansir di media Indonesia, 08 januari 2017 mengangkat tema kehidupan sosial di masyarakat tentang gengsi, kesombongan dan pentingnya komunikasi untuk menjalin keharmonisan di masyarakat.

Tema ini bisa kita lihat didalam kutipan teks “Namun setelah hari semenjak mereka bertetanggaan mereka belum berkenalan”. Dalam teks ini kita bisa menjabarkan kalimat belum berkenalan yang dimaksut ialah mereka belum sama sekali mengenal antara keduanya bahkan namanya saja belum tahu,yang menjadi penyebab utama mengapa selama ini mereka belum berkenalan ialah dikarenakan ego atau gengsi antara pak Maslim yang merasa orang lama yang tinggal didaerah tersebut atau karena pak Tacin pendatang baru didaerah itu yang merasa lebih kaya dan terhormat dari pada pak Maslim, karena itulah mereka merasa bahwa dirinya yang terbaik/terhormat yang menjadikan mereka enggan untuk memulai berkenalan bahkan enggan untuk sekedar menyapa lebih dulu.

Semakin lama hubungan antara keduanya semakin renggang dan memanas hingga membuat mereka saling berlomba untuk mendirikan dinding pagar yang tinggi agar mereka tidak saling bertatap, ini terbukti dalam kutipan “Dinding tebal harus dibangun, Batas yang tinggi harus ditegakkan”. Hingga akhirnya perselisihan antara keduanya reda dikarenakan kepolosan anak-anak mereka yang saling menjalin komunikasi dan saling berbagi pada saat itu anak pak Tacin memberikan balon ke pada anak pak Maslim, itu yang menjadi titik awal yang menjembatani terjadinya komunikasi antara pak Tacin dangan pak Maslim yang membuat suasana yang tenggang menjadi normal dan hidup tanpa perselisihan lagi

Kekurangan dalam cerpen ini terdapat di dalam penulisan kosa-kata yang kurang tepat yang terbukti dalam kutipan “pak Tacin melungguk besi-besi”. kata melungguk tidak terdaftar di kamus besar bahasa indonesia dan kata tersebut terdapat dalam bahasa daerah batak yang memiliki arti mengumpulkan. Dalam penulisan kosa-kata yang tidak baku seharusnya dituliskan secara miring. Selain itu terdapat juga sedikit kekurangan pada pewatakan tokoh, dimana kedua keluarga memiliki watak tokoh yang sama persis, ini kurang sesuai bila dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Kelebihan teks cerpen ini menggunakan tata bahasa yang sederhana yang mudah dipahami oleh pembaca awam sekalipun ditambah teks cerpen ini menjunjung tema kehidupan sosial di masyarakat yang sering terjadi dan amanat-amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca mudah untuk dipahami. Selain itu pemilihan judul sangat tepat dimana judul dapat mewakili keseluruhan isi dari cerpen yang membahas tentang perselisihan dan judul pagar bambu menjadi titik atau garis pemisah perselisihan antara 2 tokoh pak maslim dan pak tacin.

Dalam cerpen ini kita dapat mengambil keseimpulan bahwa rasa ego dan kesombongan akan luntur hanya dengan hal-hal yang sepele, kita hanya membutuhkan sedikit komunikasi untuk mencairkan itu semua selain itu dalam cerpen ini mengajarkan Pangkat, Jabatan dan kekayaan bukanlah tolak ukur kewibawaan seseorang.

Comments